Purwokerto, 19 Juni 2025 — Isu krisis iklim dan keberlanjutan ekonomi menjadi perhatian utama dalam Seminar Nasional Strategi Keuangan Hijau Nasional: Menuju Ekonomi Syariah yang Berkelanjutan yang digelar di Hall Perpustakaan UIN Saizu Purwokerto. Acara ini terselenggara berkat kolaborasi antara Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Bank Indonesia, dan UIN Saizu Purwokerto.
Sejumlah pakar dan praktisi dari berbagai lembaga hadir menyampaikan strategi sinergis dalam mewujudkan ekonomi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga berbasis nilai-nilai syariah. Seminar ini menjadi ajang strategis untuk menyatukan pandangan, merumuskan solusi, dan memperkuat peran ekonomi Islam dalam transformasi hijau Indonesia.
Dalam pemaparan pertama, Alnopri Hadi dari Bank Indonesia Purwokerto menegaskan peran sentral Bank Indonesia dalam mendorong kebijakan keuangan berkelanjutan. Ia membeberkan kerugian global akibat cuaca ekstrem yang mencapai US$1,5 triliun dalam dua dekade terakhir sebagai peringatan serius bagi Indonesia. Langkah strategis seperti insentif pembiayaan hijau, kebijakan makroprudensial hijau dan inklusif, serta Transition Plan menjadi bagian dari komitmen BI dalam mengawal transisi ekonomi menuju masa depan yang lebih hijau.
Wakil Dekan I FEBI UIN Saizu, Dr. Akhmad Faozan, Lc., M.Ag., membahas posisi teologis Islam dalam isu lingkungan. Berdasarkan QS. Al-A’raf: 56 dan QS. Ar-Rum: 41, ia menegaskan bahwa pelestarian alam adalah perintah agama. Faozan menyebut berbagai instrumen syariah seperti green sukuk, wakaf produktif, dan pembiayaan mikro hijau sebagai solusi konkret penerapan prinsip ekonomi hijau dalam kehidupan nyata.
Hendro Wibowo, Ph.D., CFP, dari DPP IAEI menyampaikan pentingnya keterkaitan keuangan hijau dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Ia menekankan perlunya proyek infrastruktur hijau yang sesuai prinsip syariah, termasuk melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Ini bukan hanya idealisme, tapi keniscayaan masa depan,” tegasnya.
Prof. Dr. Naelati Tubastuvi, Ketua DPW IAEI Jawa Tengah, menutup sesi dengan membahas peran strategis keuangan mikro syariah dalam mengatasi krisis lingkungan dan ketimpangan sosial. Ia menyoroti potensi besar dari produk seperti qardhul hasan, musyarakah, zakat produktif, dan wakaf hijau. Namun, menurutnya, sinergi lintas sektor dan inovasi produk hijau adalah kunci keberhasilan.
Moderator acara, Dr. Apik Anitasari Intan Saputri, S.H., M.H., merangkum diskusi dengan menekankan bahwa transformasi menuju ekonomi hijau berkeadilan membutuhkan kerja kolektif dari regulator, akademisi, pelaku industri, hingga masyarakat akar rumput. Ekonomi syariah dipandang mampu menjadi agen perubahan etis yang membawa dampak transformatif bagi masa depan.